PembacaanAlkitab: Ibr. 2:11-12; Rm. 6:19, 22
Dalam Ibrani 2 kekudusan terutama ditujukan kepada sifat ilahi Allah. Hal ini sama dengan yang dimaksud oleh Roma 6. Pengudusan berarti Allah menggarapkan kekudusan‑Nya ke dalam kita, dengan menyalurkan kekudusan Allah itu ke dalam kita. Ini bukan kekudusan secara kedudukan, melainkan kekudusan secara sifat. Dalam pengudusan yang demikian, Kristus sebagai Roh pemberi‑hayat telah meresapi semua bagian batin kita dengan sifat kudus Allah. Itulah yang dimaksud menggarapkan kekudusan Allah ke dalam seluruh diri kita. Ini boleh kita sebut pengudusan secara sifat atau watak.
Mari kita baca Ibrani 2:11, "Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, semuanya berasal dari Satu..." Jelaslah, perkataan "berasal dari Satu" bukan mengacu kepada kedudukannya, melainkan mengacu kepada sifatnya. "Ia yang menguduskan" ialah Kristus, dan 11 "mereka yang dikuduskan" ialah kita. Kristus dan kita berasal dari satu. Ini berarti Kristus yang menguduskan dengan kita yang dikuduskan berasal dari satu sumber dan satu Bapa. Sumber tentu bukan masalah kedudukan, melainkan sifat. Yang menguduskan dan yang dikuduskan berasal dari satu sumber, satu Bapa. Maka Bapa adalah sumber Dia yang menguduskan dan sumber mereka yang dikuduskan. Ini bukanlah masalah kedudukan, tetapi masalah sifat.
Bagian belakang ayat 11 mengatakan, "itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara." Mengapa dikatakan "itulah sebabnya?" Sebab Dia dan kita berasal dari satu Bapa, satu sumber. Maka, Ia tidak malu menyebut kita saudara.
Kita telah tahu adanya tiga tafsiran tentang definisi pengudusan atau kekudusan dalam kalangan orang Kristen. Yang pertama mengajarkan kesempurnaan tanpa dosa. Ajaran ini mutlak tidak alkitabiah. Yang kedua mengatakan masalah kedudukan. Ajaran ini memiliki dasar Alkitab yang kuat, namun tidak mencakup setiap hal yang berhubungan dengan kekudusan atau pengudusan seperti yang dikatakan dalam Alkitab. Kekudusan atau pengudusan dalam Alkitab mencakup transformasi perubahan kedudukan dan sifat. Ibrani 2 malahan menekankan aspek sifatnya bukan aspek kedudukannya. Pengudusan dalam 2:11 tidak berhubungan dengan kedudukan, melairikan sifat, watak, dan sumber.
Untuk menjadi yang menguduskan manusia, Kristus harus terlahir sebagai Putra sulung Allah (1:6). Sebelum Yesus Kristus dibangkitkan, Allah tidak memiliki Putra sulung. Ia hanya memiliki Putra tunggal. Apakah perbedaan antara Putra sulung dengan Putra tunggal? Sebagai Putra tunggal, Kristus tidak memiliki sifat insani, hanya memiliki sifat ilahi. Namun setelah Ia berinkarnasi, Ia mengenakan sifat insani. Hidup‑Nya sebagai manusia selama tiga puluh tiga setengah tahun di bumi merupakan masa transisi. Di satu pihak, Ia tetap Putra tunggal Allah, tetapi di pihak lain, Ia telah mengenakan sifat insani. Sifat ilahi yang di dalam‑Nya adalah Putra Allah, tetapi sifat insaniNya itu bukan. Maka dalam waktu tiga puluh tiga setengah tahun itu Yesus menjadi sangat ajaib sekali. Ia memiliki sifat ilahi, yaitu Putra Allah, Ia pun memiliki sifat insani, bukan Putra Allah. Bagian sifat insani‑Nya ini belum dilahirkan oleh Allah. Menurut keilahian‑Nya dan sifat ilahi‑Nya, Ia memang Putra Allah. Namun, sebelum Ia dibangkitkan, ada sesuatu pada diri‑Nya yang belum dilahirkan oleh Allah, yakni sifat insani‑Nya. Karena itu, Ia perlu mengalami kematian dan kebangkitan, supaya bagian sifat insani‑Nya dilahirkan oleh Allah. Mazmur 2:7 adalah dasar yang sangat kuat bagi soal ini. "Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini." Ayat ini tergenap pada saat Tuhan dibangkitkan. Itu dibuktikan oleh Kisah Para Rasul 13:33 yang menyinggung kebangkitan Kristus yang mengutip dari Mazmur 2. Dalam sifat insani‑Nya Kristus baru dilahirkan sebagai Putra Allah pada hari kebangkitan. Setelah itu, Ia menjack Putra sulung Allah. Sekarang, sebagai Putra sulung, Ia memiliki sifat ilahi dan sifat insani. Sebagai Putra tunggal Allah Ia tidak memiliki sifat insani. Ketika Ia berada di bumi setelah Ia berinkarnasi, Ia memiliki sifat insani, hanya saja dalam tiga puluh tiga setengah tahun itu sifat insani‑Nya belum dilahirkan oleh Allah. Melalui kebangkitan‑Nya bagian insani‑Nya dilahirkan oleh Allah. Melalui kelahiran ini, Ia menjadi Putra sulung Allah. Ketika Ia masih sebagai Putra tunggal Allah, Ia hanya memiliki sifat ilahi tanpa sifat insani. Namun hari ini Yesus sebagai Putra sulung Allah, memiliki dua sifat ‑ ilahi dan insani. Ini bukan hal sepele, ini adalah hal besar!
Warning !!!
=> Mohon memberikan komentar yang sopan dan ramah,
=> YOKO LIEM berhak menghapus komentar spam, komentar yang berisi link, atau komentar yang tidak senonoh,
=> YOKO LIEM sangat menghargai keramahan komentar Anda,
=> YOKO LIEM akan berusaha untuk menanggapi komentar Anda dan mengunjungi balik,
Terima kasih sudah berkunjung ^_^
`````Jika anda tidak belajar mencintai diri sendiri terlebih dahulu anda tidak bisa mencintai orang lain`````